Banjarmasin – Beberapa waktu belakangan, isu kekerasan seksual menjadi highlight yang ramai diperbincangkan di berbagai media. Tindak kekerasan seksual dapat terjadi kepada siapa saja, oleh siapa saja, dan di mana saja. Kekerasan seksual tidak hanya terjadi di zona-zona rawan, tetapi kerap terjadi pula di lingkungan pendidikan yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan norma yang berlaku.
Menurut data Komnas Perempuan dalam rentang waktu 2015-2020 tercatat sekitar 27% aduan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Sangat kontras dengan pandangan umum bahwa kampus merupakan lingkungan aman dari tindak kejahatan karna dipenuhi orang-orang terdidik.
Selain diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek PPKS) sebagai solusi dari kasus kekerasan seksual yang kerap terjadi di perguruan tinggi. Perlu diterapkan hal paling mendasar dari keresahan tentang kekerasan seksual, yaitu menumbuhkan kesadaran, baik itu mahasiswa, dosen maupun perangkat lainnya di lingkungan kampus.
Bagi sebagian masyarakat, isu kekerasan seksual dianggap masih tabu untuk didiskusikan. Sudah selayaknya mahasiswa sebagai bagian dari penerus bangsa untuk lebih membuka mata perihal isu tersebut. Kekerasan seksual bukanlah isu perempuan saja, bukan permasalahan segelintir orang, melainkan sebuah isu sosial yang menjadi permasalahan bersama dalam masyarakat dan perlu kesadaran bersama untuk menanganinya. Namun sangat disayangkan, betapa minim kesadaran muda-mudi tak terkecuali mahasiswa yang merupakan kaum “intelektual”, dibuktikan dengan masih banyaknya kekerasan seksual yang dilakukan mahasiswa di lingkungan kampus hingga di ruang publik. Cat calling misalnya dianggap biasa saja yang kerap dilakukan dan tak banyak yang menyadari bahwa tindakan tersebut merupakan pelecehan verbal atau kekerasan psikis. Hal tersebut dapat menjadi pemicu tindakan kekerasan seksual yang lebih berat. Sungguh miris.
Dengan adanya kebijakan Kampus Merdeka Belajar melalui program Sosialisasi Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual bisa menjadi sarana untuk menanamkan kesadaran dan pengetahuan tentang kekerasan seksual. Sosialisasi serupa juga kerap diselenggarakan di luar agenda kampus, tetapi tidak semua mahasiswa turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Hanya sebagian mahasiswa yang tertarik dengan topik isu kekerasan seksual berarti bahwa upaya edukasi belum tersampaikan kepada sasaran yang diharapkan.
Perlu adanya upaya lebih tegas mengenai sosialisasi anti kekerasan seksual oleh pihak kampus. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran mahasiswa melalui edukasi tentang kekerasan seksual sebagai upaya pencegahan, penanganan yang berpihak pada korban, dan menumbuhkan moral demi terwujudnya lingkungan kampus yang aman dari kekerasan seksual. Mahasiswa juga diharpkan terus memegang prinsip tersebut dalam kehidupan bermasyarakat.
Apa yang diharapkan dari mahasiswa, apakah hanya kecerdasan intelektual? bagaimana dengan moral? Sangat diharapkan peran mahasiswa sebagai agent of change untuk mencegah kejahatan seksual. Satu langkah kecil yang dilakukan bersama-sama akan membawa pada perubahan yang sangat berarti. Sudah saatnya para civitas academica lebih peka dan tanggap terhadap isu kekerasan seksual.
Jurnalis :
Nada
Redaktur :
Aprilliani