Telah lama sejak aku dilahirkan
Ku pijakkan kaki di kota ini
Mendesir pagi hingga petang
Mengharap ridha akan cinta-Nya
Telah lama …
Sejak aku mendekap kota ini dalam detak
Menderu-deru hantarkan ajuan tak bertepi
Mengharap balas akan kebisuan
Telah lama sejak aku menatapnya
Kota ini tetap disini
Merangkak dan berdiri
Meniti nafas setiap rumpun hingga bilik pujung
Telah lama …
Kota ini menatap redup purnamanya
Telah lama kota ini membisu akan sirat cita yang terkoyak
Dan telah lama kota ini berdiri mengunci pasi di ambang meratus
Tapi sekarang kota ini tak seperti itu
Dan takkan pernah lagi seperti itu
Kota ini tengah bangkit menyeru kearifannya
Bersamaku, dia, dan mereka membangun abad dalam tuju di lingkar kedamaian
Dia Masih Sendiri
Tengoklah…
Sebuah bangku hitam di sudut kelas
Mentari menyapa rupa dalam kegelapan
Tengoklah…
Sepasang mata bisu disudut kelas
Meratap… Membeban… Membisu pilu
Angan yang tertunduk tanpa bayang
Tangan yang terkunci tak berdaya
Kaki yang terikat ditengah keramaian
Ingin dilihat… tapi tak terlihat!
Ingin didengar… tapi tak terdengar!
Tengoklah…
Bibir delima yang telah layu itu
Membeku.. meski dihujam terik mentari
Lihatlah… Tengoklah… Tataplah…
Sepasang mata yang tak terlihat
Sepasang bibir yang tak terdengar
Dan sepasang pendengar tuk hujatan
Begitukah?
Seperti inikah?
Bukankah cipta Tuhan dalam keadilan?
Bukankah cipta-Nya s’lalu terkemas dalam cinta kasih?
Tapi mengapa?
Hari ini, dia masih sendiri
Penulis : Aby Utami dan Siti Wardah