Banjarmasin – Surat edaran terkait kebijakan pelaksanaan perkuliahan yang dilakukan secara daring telah diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sejak tahun 2020 lalu, ketika kasus covid-19 di Indonesia terus melonjak. Mengikuti terbitnya surat edaran tersebut, berbagai perguruan tinggi di Indonesia pun mulai menerapkan perkuliahan daring. Kebijakan ini merupakan salah satu upaya pemerintah agar pendidikan dapat tetap berlangsung meskipun di tengah situasi pandemi Covid-19. Namun, sistem perkuliahan daring tentunya memberikan situasi dan kondisi baru baik bagi para tenaga pengajar maupun mahasiswa. Salah satunya ialah kondisi learning loss yang dapat dialami pada mahasiswa. Lantas, apa itu learning loss?
Istilah learning loss sendiri memiliki berbagai macam pengertian, salah satunya dilansir dari kemdikbud.go.id tertera bahwa learning loss mengacu pada situasi dimana hilangnya kesempatan belajar karena berkurangnya intensitas interaksi pelajar (mahasiswa) dengan tenaga pengajar (dosen) saat proses pembelajaran secara tatap muka. Dikutip dari sumber lain disdikkbb.org, learning loss adalah situasi dimana peserta didik kehilangan pengetahuan dan keterampilan baik umum atau khusus atau kemunduran secara akademis, yang terjadi karena kesenjangan yang berkepanjangan atau ketidakberlangsungannya proses pendidikan.
Secara singkatnya berdasarkan yang terjadi di lapangan, learning loss tercipta dari situasi dimana sebagian besar mahasiswa merasa kurang efektif dalam memahami materi yang disampaikan dosen saat perkuliahan daring dibandingkan dengan perkuliahan tatap muka. Hal ini bisa terjadi dikarenakan berbagai kendala yang mungkin dialami sebagian besar mahasiswa seperti halnya sinyal yang hilang, keributan di sekitarnya hingga menyebabkan hilangnya fokus, sampai perasaan malas untuk mengikuti kelas dengan serius karena beranggapan tidak diawasi langsung oleh dosen.
Hayatun Thaibah sebagai salah satu mahasiswa jurusan IESP Fakultas Ekonomi dan Bisnis ULM merasa bahwa learning loss sangat kentara sekali terjadi di sekitarnya setelah melihat kondisi adiknya saat melaksanakan pembelajaran daring. Untungnya, ia sendiri mengakui belum pernah mengalami learning loss dan hanya mengategorikan dirinya hampir dalam kondisi tersebut.
“Dikarenakan beberapa hal, misalnya jaringan yang tiba-tiba lelet saat dosen menjelaskan terlebih ketika mata kuliah yang hitung hitungan, serta seringkali aktivitas di lingkungan rumah menyebabkan distraksi yang cukup banyak. Distraksi tersebut pun sangat beragam, mulai dari distraksi suara, distraksi pandangan dan banyak lainnya yang menyebabkan tidak dapat fokus, belum lagi sulitnya berinteraksi dengan dosen saat tidak memahami suatu materi dan sebagainya,” ungkap mahasiswa angkatan 2020 tersebut.
Tentunya, setiap masalah yang terjadi pasti memiliki solusi sebagai jalan keluarnya. Mahasiswa yang akrab disapa Hayatun itu pun menyampaikan tiga saran sebagai solusi menghadapi learning loss menurut sudut pandang dirinya. Pertama, ia menyarankan bahwa sebaiknya tenaga pengajar lebih kreatif dan bervariasi dalam menyajikan pembelajaran sehingga para mahasiswa ataupun pelajar mudah memahami pelajaran dan tidak jenuh saat melaksanakan pembelajaran daring. Kedua, jangan terlalu memberikan banyak tugas sebelum memastikan bahwa pelajar paham apa yang dijelaskan. Terakhir, melakukan atau membuka proses belajar mengajar secara tatap muka dengan sejumlah pembatasan.
Pada dasarnya, learning loss merupakan suatu kondisi yang tidak boleh kita biarkan terjadi terus menerus pada generasi pelajar Indonesia baik dari tingkatan sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Oleh karena itu, diharapkan peran dari berbagai pihak baik itu diri sendiri, tenaga pengajar, orang tua maupun pemerintah untuk melakukan berbagai upaya pencegahan terkait rentannya terjadi learning loss pada pelajar dari berbagai tingkatan pendidikan selama pembelajaran daring.
Jurnalis:
Nur Fikri Hapip
Noor Syfa Aulia
Redaktur:
Aminah Cutari Zahra