Banjarmasin-Sistem Kredit Keaktifan Mahasiswa atau yang disingkat dengan SKKM merupakan suatu pengakuan dan penilaian terhadap kegiatan yang diikuti mahasiswa dalam pengembangan kegiatan kemahasiswaan. Salah satu tujuan diberikannya SKKM adalah untuk memberikan pengalaman kepada mahasiswa melalui pembentukan sikap mental dalam rangka menciptakan sarjana yang profesional dan bertanggung jawab. Selain istilah SKKM, di dunia perkuliahan juga terdapat istilah SKPI atau Surat Keterangan Pendamping Ijazah. SKPI merupakan nilai kredit yang ditetapkan sebagai penghargaan kepada mahasiswa setelah mengikuti kegiatan kemahasiswaan.
Sejak disosialisasikannya pada tahun 2017 yang lalu, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin memberlakukan penerapan Sistem Kredit Kegiatan Mahasiswa (SKKM). Oleh karena itu, para mahasiswa diharuskan untuk mengumpulkan sejumlah kredit poin yang telah ditentukan. Bagi mahasiswa program S1, minimal mengumpulkan 100 Satuan Kredit Prestasi (SKP). Sedangkan D3 minimal 75 Satuan Kredit Prestasi (SKP). Ada dua kegiatan yang bersifat wajib dalam melengkapi SKKM yaitu PKKMB/P2B dan tes TOEFL yang memiliki bobot 25 SKP. Untuk mendapatkan SKP tersebut, mahasiswa wajib mengumpulkan bukti mengikuti kegiatan tersebut baik berupa Sertifikat, Piagam, Piala, Surat Keputusan (SK) atau bukti fisik lainnya yang kemudian dikirimkan ke Bagian Kemahasiswaan untuk diproses lebih lanjut.
Salah seorang mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis mengakui bahwa dengan adanya penerapan SKKM ini memberikan dorongan kepada dirinya untuk lebih aktif dalam menjalankan perkuliahan maupun mengikuti organisasi.
“Dengan aktifnya mengikuti organisasi kita bisa mendapatkan ilmu dan pengalaman yang tidak diajarkan di bangku perkuliahan,” ucapnya.
Lantas, bagaimana kabar untuk mahasiswa yang tidak mencukupi nilai minimal SKP yang telah ditentukan? Drs. Muhammad Saleh, MP selaku Wakil Dekan 3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis mengatakan,
“Apabila ada mahasiswa yang tidak mencukupi nilai minimal SKP yang telah ditentukan maka pihak Fakultas akan menahan ijazah mereka terlebih dahulu.”
Selain itu, beliau juga berpesan kepada mahasiswa untuk berperan aktif dalam mengikuti kegiatan kemahasiswaan, baik itu tingkat fakultas, universitas, regional, nasional maupun internasional.
Di samping hal itu, ternyata dengan penerapan SKKM ini tidak semua mahasiswa menyambut dengan baik. Salah seorang mahasiswa S1 Akuntansi menyatakan ketidaksetujuan atas adanya batas minimal SKP yang harus diperoleh. Dia beralasan tidak semua mahasiswa memiliki waktu yang sama dan kesibukan yang sama. Sebagai contoh, ada salah seorang mahasiswa yang kuliah sambil bekerja sehingga dengan adanya penerapan SKKM ini atau dengan istilah lain memaksa diri mereka untuk aktif berorganisasi bisa mengganggu dia dalam mencari nafkah dan fokusnya dalam berkuliah. Namun, di sisi lain mahasiswa ini menambahkan apabila hanya sertifikat PKKMB/P2B atau Tes TOEFL saja yang diwajibkan dia mengatakan setuju.
“Tetapi, kita sebagai mahasiswa apabila hal tersebut diwajibkan oleh Universitas maka kita harus mengikuti atau memenuhinya,” jelas Drs. Muhammad Saleh, MP.
“Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang yang terus belajar akan menjadi pemilik masa depan.”
-Mario Teguh-
Jurnalis:
Abdul Rasyid
Aulia Rahmi
Redaktur:
Aminah Cutari Zahra