Banjarmasin – Pandemi covid-19 sudah hampir dua tahun menerpa Indonesia, dimana hal ini memaksa aktifitas-aktifas sehari-hari terhambat seperti di dunia pendidikan. Pembelajaran dalam jaringan atau yang disebut dengan daring merupakan salah satu strategi pemerintah untuk mengatasi persebaran virus corona agar tidak meluas. Namun, dua tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk setiap orang yang menjalani aktifitasnya dengan terbatas, seperti perkuliahan dalam jaringan yang dilaksanakan sudah hampir dua tahun tentu saja hal ini membuat bosan setiap mahasiswa.
Tetapi, ketika Surat Edaran oleh Dekan FEB Universitas Lambung Mangkurat Bapak Dr. H. Atma Hayat, M.Si, Ak, CA yang tersebar dikalangan mahasiswa pada hari Senin (18/10/21) perihal Perkuliahan Tatap Muka (PTM) yang menimbulkan berbagai macam respon, baik pro maupun kontra dalam pelaksanaannya. Surat edaran tersebut memiliki poin utama yang disoroti oleh para mahasiswa terutama angkatan 2020 dan 2021 yaitu PTM akan dimulai sejak 18 Oktober 2021 dengan syarat persetujuan orang tua dan memperlihatkan sertifikat vaksin serta adanya keinginan dari dosen pengampu mata kuliah dalam melakukan PTM. Selain itu, PTM juga dilakukan secara terbatas yaitu hanya 25 orang dan diprioritaskan pada angkatan 2020 dan 2021 untuk melakukan PTM. Selain itu, banyak hal lainnya diatur dalam surat edaran tersebut.

Seperti yang terlaksana, Mahasiswa Angkatan 2020 telah melakukan pembelajaran online sejak bergabung dengan Universitas Lambung Mangkurat hingga semester tiga saat ini, tentunya perihal pelaksanaan PTM hybrid ini selain menghasilkan respon semangat dalam perkuliahan tatap muka, ternyata juga disambut dengan respon keterkejutan dan kegelisahan baik dalam segi lingkungan sosial yang akan dihadapi nanti dan juga segi pembelajarannya. Salah seorang Mahasiswi Prodi Akuntansi angkatan 2020, Sofiana Adelin Iqviradita yang berlokasi di Kalimantan Utara, memberikan sikap setujunya perihal pembelajaran tatap muka hybrid yang akan dilakukan. Sofiana mengungkapkan keinginan akan pembelajaran tatap muka itu dikarenakan selama pembelajaran daring sering terjadi permasalahan jaringan sehingga sulit dalam berinteraksi dengan dosen dan yang paling fatal adalah tidak dapatnya mahasiswa mencerna materi dengan baik.
“Tetapi hal itu, kembali lagi kepada persetujuan orang tua, kalau aku ngikut baiknya gimana aja!” jelasnya.
Selaras dengan pendapat Sofiana, M. Nur Fikri Hapip, Mahasiswa Prodi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan memberikan persetujuan akan nyamannya perkuliahan tatap muka. Dia juga menambahkan pendapat bahwa mahasiswa yang terbiasa dengan perkuliahan online maka tidak menutup kemungkinan ketika tatap muka berlangsung akan terjadi culture shock yang mana hal itu perlu waktu untuk adaptasi kembali terutama bagi mereka yang berdomisili di luar dari Banjarmasin.
“Saya pikir perkuliahan offline lebih baik dilakukan di awal semester baru, agar ada persiapan yang matang untuk menghadapi perkuliahan offline. Dan saya harap juga dalam pengumuman kuliah offline tidak secara tiba-tiba agar mahasiswa tidak tergesa-gesa untuk melakukan persiapannya. Terutama, bagi para mahasiswa diluar Kalimantan yang ingin melakukan perkuliahan tatap muka.” jelasnya.
Jurnalis:
Abdul Rasyid
Aulia Rahmi
Redaktur:
Aminah Cutari Zahra