Skip to content

083141241823

[email protected]

Contact
LPM JURNAL KAMPUS

LPM JURNAL KAMPUS

JurnalisMudaBangkitkanKarya

  • BERITA
  • BULETIN
  • MAJALAH
  • Struktur Organisasi
  • Program Kerja
  • Profil
  • Hubungi kami
  • Kategori
    • Artikel
    • Beasiswa
    • Covid-19
    • Ekonomi
    • Kampus Merdeka
    • Kontribusi Karya
    • Kontroversi
    • lifestyle
    • Ramadhan
    • Tips & Trik
    • ULM
    • Weekly News
  • BERITA
  • BULETIN
  • MAJALAH
  • Struktur Organisasi
  • Program Kerja
  • Profil
  • Hubungi kami
  • Kategori
    • Artikel
    • Beasiswa
    • Covid-19
    • Ekonomi
    • Kampus Merdeka
    • Kontribusi Karya
    • Kontroversi
    • lifestyle
    • Ramadhan
    • Tips & Trik
    • ULM
    • Weekly News
Contact

KEMBALI KE ORDE BARU! RUU PENYIARAN MENGANCAM KEBEBASAN PERS!

  1. Home   »  
  2. KEMBALI KE ORDE BARU! RUU PENYIARAN MENGANCAM KEBEBASAN PERS!

KEMBALI KE ORDE BARU! RUU PENYIARAN MENGANCAM KEBEBASAN PERS!

Juni 19, 2024Juni 19, 2024 LPM Jurnal KampusJK News

Seakan mengulang ke masa orde baru, dunia pers baru-baru ini dihebohkan karena pembahasan revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran pada Rabu (29 Mei 2024) oleh DPR RI. Draft RUU Penyiaran tersebut dinilai bertolak belakang dengan prinsip kebebasan pers dan sistem demokrasi. Hal ini tentu menyulut aksi penolakan dari seluruh komunitas pers.

“Saya rasa penyusunan draf RUU Penyiaran tidak melibatkan pemangku kepentingan dan substansinya bermasalah. RUU tersebut bisa dengan mudah menjerat jurnalis dan sudah pasti menjadi ancaman bagi insan pers di Indonesia,” ujar Muhammad Rifky Fadillah, Pemimpin Umum LPM INTR-O 2024 saat diwawancarai.

Draft RUU Penyiaran 2024 sendiri merupakan revisi dari Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Ada beberapa pasal yang multitafsir dan sangat berpotensi digunakan sebagai alat kekuasaan untuk membatasi kebebasan sipil dan partisipasi publik.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah Pasal 50 B ayat 2 huruf (c), RUU Penyiaran 2024 yang melarang media menayangkan siaran ekslusif jurnalistik investigasi. Pasal tersebut dinilai membatasi produk jurnalisme yang diatur dalam UU Pers. Revisi ini bisa menjadi indikasi mundurnya demokrasi karena selain mengancam insan pers juga menutup hak masyarakat untuk mendapat informasi. Hal ini jelas merugikan masyarakat karena dalam lingkup pemberantasan korupsi, produk jurnalistik kerap menjadi kanal alternatif untuk membongkar praktik kejahatan atau penyimpangan tindakan pejabat publik.

“Rancangan tersebut patut ditolak karena bukan hanya mengancam iklim demokrasi dan kebebasan pers, tapi juga kabar buruk bagi masa depan gerakan antikorupsi di Indonesia,” Kata Muhammad Rifky Fadillah kepada LPM Jurnal Kampus, Kamis (14/6/2024).

Muhammad Rifky Fadillah menambahkan bahwa pelarangan konten liputan investigasi jurnalistik dalam RUU Penyiaran tidak sejalan dengan nilai transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas sebagai prinsip Good Governance. Karya liputan investigasi merupakan salah satu bentuk paling efektif yang dihasilkan dari partisipasi publik dalam memberikan informasi dugaan pelanggaran kejahatan atau kebijakan publik kepada jurnalis. Produk jurnalisme investigasi juga bagian dari upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih demokratis.

Dilansir dari Tirto.id ada beberapa pasal kontroversial lain yang dianggap bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang telah diperjuangkan. Beberapa pasal tersebut, yaitu:

• Pasal 42 ayat 2 yang menyebutkan bahwa sengketa jurnalistik diurusi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Pasal ini tumpang tindih dengan UU Pers 40 Tahun 1999 yang menyebut bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan oleh Dewan pers.

• Pasal 50B ayat 2 huruf (k) mengatur soal larangan konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik yang tentunya akan membatasi kebebasan pers dan bisa menjadi hukuman berlapis karena berkaitan dengan UU ITE.

• Pasal 51 huruf E juga kontroversial lantaran RUU Penyiaran 2024 mengatur bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan. Pasal ini juga tumpang tindih dengan UU Pers 1999.

Revisi Undang-undang Penyiaran ini mengandung sejumlah ketentuan yang dapat digunakan untuk mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik. Draft RUU Penyiaran ini mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu.

Muhammad Rifky Fadillah memberikan pendapat agar sebaiknya menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang substansinya bertentangan dengan nilai demokrasi dan upaya pemberantasan korupsi. Menghapus pasal-pasal yang berpotensi multitafsir, membatasi kebebasan sipil, dan tumpang tindih dengan UU lain. Melibatkan opini publik dan menggunakan UU Pers sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan pers.

Jurnalis:
Nur Mei Sarah 
Trixi Pratan Dawati

Redaktur:
Nur Jaidah 
Continue reading

Pos-pos Terbaru

  • Membanggakan! Dua Mahasiswa FEB ULM Terpilih sebagai Nanang Galuh Banjarmasin 2025
  • SIMARI Bermasalah, Mahasiswa Terpaksa Mengerjakan Ulang Tugas dan UTS
  • Portal Masuk ULM Akhirnya Diberlakukan, Pengawasan Kendaraan Diperketat
  • Lomba Bukan Beban, Tapi Liburan! Mahasiswa FEB ULM Ini Buktikan Bisa Berprestasi di Tengah Kesibukan
  • ULM Menjadi Tuan Rumah MTQMN 2025, Mahasiswa FEB Siapkan Performa Terbaik

JK News

Juni 2024
S S R K J S M
 12
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930
« Mei   Jul »
Proudly powered by WordPress | Theme: goldly by reviewexchanger.